Gunung Merapi yang memiliki ketinggian 2.930 mdpl., kembali meletus dan menyemburkan abu vulkanik yang tebal ke langit, Kamis 13 Februari 2020.
Erupsi Gunung Merapi terjadi pagi tadi, pukul 05.16 WIB. Amplitudo letusan Gunung Merapi tercatat 75mm dan durasi 150 detik di Seismogram yang dirilis oleh Balai Penyeliikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta melalui akun twitternya.
“Terjadi erupsi di Gunung #Merapi tanggal 13 Februari 2020 pukul 15:16 WIB,” tulis @BPPTKG lewat akun twitter. Pada bagian kolom erupsi dari PGM Ngepos Magelang juga menginformasikan terlihat ketinggian erupsi mencapai 2.000m dari puncak Merapi.
Dikabarkan via PGM Kaliurang, tampak visual Merapi dengan suhu udara tercatat 21.0 derajat Celcius, kelembaban mencapai 75% rh dengan presure 918.8 hpa, angin tenang. Sampai saat ini BPPTKG Yogyakarta masih menetapkan status Gunung Merapi di level II atau status waspada.

Letusan-letusan kecil terjadi setiap 2 – 3 tahun dan yang lebih besar biasanya terjadi setiap 10 – 15 tahun sekali. Letusan Merapi yang tercatat berdampak besar tercatat pada tahun 1006, yang membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa tertutupi abu vulkanik.
Seorang Ahli Geologi asal Belanda, Van Bemmelen memiliki teori letusan tersebut yang menyebabkan pusat Kerajaan Medang atau Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusan tahun 1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan era modern geologi dengan skala VEI mencapai 3 sampai 4.

Pada letusan tahun 1930 telah menghancurkan 13 desa dan juga menewaskan 1.400 orang yang kini tercatat sebagai letusan dengan korban terbesar hingga saat ini. Letusan pada November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa hingga memakan korban jiwa sebanyak 60 orang.
Selanjutnya letusan pada 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas, sehingga tidak memakan korban jiwa. Tahun 2001 – 2003 tercatat aktivitas tinggi yang berlangsung terus menerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali dengan aktivitas tinggi dan juga menelan 2 korban jiwa yang merupakan sukarelawan di kawasan Kaliadem setelah terkena terjangan awan panas, meski keduanya telah berlindung di dalam bunker bawah tanah.

Rangkaian letusan pada Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar sejak tahun 1872 dan memakan korban sebanyak 273 jiwa. Letusan tahun 2010 juga teramati sebagai penyimpangan dari letusan “Tipe Merapi” karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang dapat terdengar hingga 20 – 30 km jauhnya.
Pada 11 Mei 2018, aktivitas vulkanik kembali terjadi pada pagi hari, pukul 07.30 WIB. Meski memiliki status normal, Gunung Merapi mengeluarkan suara gemuruh dan juga disertai asap menggembung setinggi 5.500m ke udara. Tidak ada laporan pendaki yang meninggal dunia ataupun luka-luka, namun hujan abu tipis sempat jatuh di kawasan Pasar Bubrah.
Aktivitas Gunung Merapi terus meningkat sampai 21 Mei 2018 pukul 23.00 WIB. Status Merapi dinaikkan dari normal aktif menjadi waspada. Tiga hari kemudian terjadi erupsi dengan ketinggian asap 6.000m. Hujan abu mengguyur wilayah barat gunung mengarah ke daerah Kabupaten Magelang sampai ke Kabupaten Kebumen yang jaraknya lebih dari 40km.
/photo/2019/12/04/1929653502.jpg)
Jumat, 1 Juni 2018 pukul 08.20 WIB Gunung Merapi kembali meletus selama 2 menit. Menurut BPPTKG, letusan Gunung Merapi setinggi 6.000m dari puncak atau sekitar 8.968 diatas permukaan laut. Letusan ini menyebabkan hujan abu di Pos Pengamatan Gunung Merapi Jrakah dan Selo.
Bahkan hujan abu ini dilaporkan mencapai ke Salatiga dan Kabupaten Semarang. Saat itu, masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan waspada terhadap hujan abu dan selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti kacamata, jaket, dan juga masker saat berada di luar rumah.